Pages

Kamis, 29 Desember 2011

Rindu

Aku merindukanmu. Perasaan itu menyeruak, menerobos dari balik ruang - ruang hati. Tempat yang dulu diisi dengan hadirmu. Kini, hampa bagai padang bisu tanpa matahari. Aku berjalan sendirian disana. Tapi bagaimana pula seorang anak manusia dapat hidup tanpa matahari? Padahal mataharilah yang kuatkan diri, meniupkan energi yang mengokohkan tulang belulangnya.

Aku mencoba berdiri tanpa hadirmu. Berjalan tertatih, bertumpu pada setiap akar maupun batang yang mencuat dari balik bumi. Palet warna hidupku kembali berwarna kelabu, warna warninya hanyut dalam guyuran hujan deras tak berkesudahan.

Sungguh tak nyaman, dan aku pun tak pernah menyukai situasi ini. Aku benci rasa kehilangan, terlebih kekeraskepalaan menghalangiku untuk hapuskan dirimu dari benakku. Aku mengenali perasaan ini. Melihat satu demi satu pondasi masa depan yang kubangun untukmu runtuh diterjang badai.

Salahku biarkan semua terjadi, namun mungkin salahmu tak dapat mengerti aku. Atau mungkin pula ini adalah salahnya takdir. Entahlah, aku tak tahu. Sesak di dada tiap kali aku mengingatmu. Airmata yang sulit kuhentikan. Aku sungguh tak sanggup. Ya, aku tahu, kau pasti menertawakanku saat ini.

Benar, keras kepala itu membutakan. Paada akhirnya aku jatuh di jurang kesedihan. Hening. Airmata mengalir, aku yang terduduk lemah dan kumpulan kenangan tentang dirimu, semua bercampur jadi satu. Tenggelamkan aku pada pusaran arus yang tak mengenal belas kasihan.

0 komentar:

Posting Komentar

Forwarding

Always Looking On The Brightside