Pages

Minggu, 29 Januari 2012

Perempuan

Perempuan adalah mahluk yang luar biasa. Betapa kaum perempuan memiliki peranan yang luar biasa dalam nurture generasi masa depan. Tapi entah kenapa, saya melihat degradasi dalam kualitas perempuan masa kini.

Beberapa waktu yang lalu, saya melamar untuk sebuah perusahaan trader di kawasan Sudirman, Jakarta. Mengikuti ritme kerjanya sungguh menyenangkan. Berjalan menyusuri jalanan ibukota di pagi hari bak eksekutif muda. Polos memang, tapi melihat kakak saya yang terlebih dahulu bekerja di kawasan elit begitu membuat saya tergerak untuk dapat bekerja di daerah itu pula.

Masuk ke kantornya juga berasa "woooow". Benar - benar ala eksekutif muda. Orang - orang berdasi, kemeja licin dan wanitanya mengenakan high heels dengan muka terangkat. Saya kagum sekali. Tapi belakangan, baru saya menyadari. Memang kaum perempuan terlihat begitu angkuh dan punya power yang hebat, tapi itu cuma kedok di depan muka.

Suatu kali, saya mendengar obrolan di toilet ketika mengganti sepatu kerja.
A : aduh, gue mesti diet nih, perut gue gendut banget kaya ibu hamil, euh!
B : emang yang hamilin lo siapa?
A : gila lo, gue bilang ni perut aja yang gede, bukan gue hamil!!
B : lah ga apa-apa kali kalo lo mau maen ma cowo, yang penting pake pengaman
A : emang gue kaya lo apah. lo tuh entar klo hamil aja berabe, kaga tau bapaknya siapa, secara lo maennya ama tiga orang
B : bodo, yang penting gue fun!
Tidak lama, keduanya menyudahi obrolan dan ngacir ke kantor.

Gubrakk!! Saya pun terbengong - bengong ria keluar dari toilet. Sambil berjalan ke tempat training, saya tak habis pikir, kenapa ada perempuan yang mengatasnamakan senang-senang untuk sementara dan tidak peduli akibat serta harga dirinya sendiri. Oh Allah, saya mohon ampun sudah mendengar obrolan mudharat tadi. Tidak bermaksud untuk menguping, tapi dua perempuan itu omongannya kelewat kenceng ga kira-kira.

Besoknya, ada obrolan lain di dekat ruang makan, ketika break makan siang, dua perempuan dengan santainya berbicara keras di samping saya.
A : (bete tingkat dewa) duh gila bo, masa gue ajak XX clubbing kemaren malem, baru minum cocktail se-sloki aja udah teler
B : ah si XX emang payah, mending lo ngajak yang laen
A : ho oh, gue aja minum wine 6 gelas belom mabok
B : (suara kekaguman) wah expert banget lo, gue mesti belajar dari lo jeng

Ya Allah astaghfirullah, lagi-lagi mendengar hal yang saya tidak harapkan. Aduhai Tuhan, apa perempuan di daerah perkotaan tidak kenal lagi dengan norma? tidak peduli dengan dignity-nya? lagi - lagi saya cuma bengong lang ling lung dengan sukses.

Keesokan harinya, giliran trainer saya yang tidak kalah dodolnya. Dia adalah perempuan dengan personality jenis sanguinis yang kentara sekali dari cara berpakaian dan sikapnya ketika berbicara. Rambut pendek di tata ala maribeth, baju terbuka di bagian dada, rok pendek setengah paha dan killer heels yang terlihat mahal.
Trainer : saya sih tugasnya menjual jasa, menawarkan nasehat keuangan para klien. saya bakal menuruti keinginan klien karena klien lah yang membayar saya, jadi kalau ada klien yang senang mengadakan kerjasama dengan dikelilingi cewek-cewek seksi, saya oke-oke saja, saya bisa menyediakan tempat yang lebih intim, tidak perlu formal.

Astaganagaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....Ya Allah, saya cuma bisa terduduk lemas mendengarnya. Hebat sekali, pikir saya. Wanita ini yang usianya sudah tiga puluhan lebih, mengaku beragama (bener ga ya?? KTP doang kayanya) dan punya 1 orang anak perempuan yang sudah duduk di bangku TK. Astaghfirullah, saya bener - bener pusing tujuh keliling. Apa dia tidak malu menceritakan hal ini pada orang asing di depannya? apa tidak merasa malu dengan anak perempuannya sendiri? apa dia tidak merasa malu dengan merendahkan dirinya yang bersedia menyediakan perempuan lain yang rela dibayar sedemikian rupa?

Sungguh saya memohon ampun pada Allah agar Ia mau memaafkan saya. Lebih lanjut lagi saya perhatikan, ternyata wanita di kantor ini memakai baju yang sangat terbuka, sedang saya sendiri memakai kerudung. Aduh, malu sekali rasanya kalau harus bergaul dengan orang - orang seperti ini.

Tidak berapa lama kemudian, saya di tawari kontrak untuk bergabung dengan perusahaan itu. Saya sempat bingung, saya ingin punya tambahan penghasilan untuk membayar kuliah saya, tapi praktek pekerjaannya pada dasarnya adalah riba dan ditambah lagi harus bermanis muka bergaul dengan orang seperti itu. Maka saya pun menyerah. Lebih baik mundur, daripada saya menderita resiko tuntutan bila saya bergabung lebih jauh. Lebih baik mundur, bila itu dapat melindungi saya bergaul dengan orang - orang yang kehidupannya menjerumuskan. Mundur lebih terhormat daripada mendapat uang yang pada dasarnya haram. Mundur berarti saya menang.

Alhamdulillah, saya resmi tidak bergabung dengan perusahaan itu. Bahagia rasanya terlepas dari lingkaran yang menyesakkan itu. Saya menjadikan ini semua sebagai pengalaman berharga. Perempuan harusnya menjaga diri dan sikapnya dengan begitu ia berarti menghormati dirinya sendiri sekaligus dihormati orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Forwarding

Always Looking On The Brightside